“……kita
wajib melindungi lingkungan kita.”, kalimat terakhir diucapkan oleh Rio pada
saat berorasi di depan teman – teman kelasnya. “bagus Rio, kamu mengangkat tema
yang menarik” ujar pak Muin, guru bahasa Indonesia, “hehe, iya pak terima
kasih” jawab Rio. “krriiiiiiinggg…”bel berbunyi tanda telah berakhirnya jam
pelajaran, semua murid bersiap untuk pulang, termasuk Rio, seorang anak kelas
XII IPA di SMA favorit. Sedang merapikan buku dan tasnya, seseorang dari
belakang berkata, “Rio, orasimu bagus ya. Aku sampai gak ngedip loh tadi, bikin
aku jadi semangat” “eh Wita, ha..i..iya makasih. Punya kamu tadi juga bagus
loh” ujar Rio, “hmm, punyaku gak sebagus punyamu, punyaku biasa aja soalnya
bikinnya mendadak sih” jelas Wita, teman kelas Rio yang baru pindah 1 bulan
lalu dari sekolah lamanya. “yaa tetap aja bagus, aku suka kok” puji Rio, “hehe
makasih ya. Yaudah yuk pulang, udah kosong nih kelas” ajak Wita, “yuk” sahut
Rio lalu keluar kelas bersama Wita. “kamu pulang sama siapa?” tanya Rio, “aku
dijemput supir aku, kamu?” balas Wita, “oh, aku pulang sendiri naik motor” “oh,
yaudah kamu hati – hati ya” ujar Wita, seorang anak pengusaha sukses, berparas
cantik, tidak terlalu tinggi, dengan rambut yang digerai itu pun meninggalkan
Rio sendiri di tengah panas sang surya yang menyengat. Waktu pun menunjukan
pukul 12.34, sebelum pulang Rio seperti biasa shalat dahulu di masjid sekolah.
Keesokan
harinya, dikelas mengadakan pembicaraan tentang kegiatan kelas di luar sekolah,
suasana kelas menjadi ramai karna banyaknya saran yang dilontarkan oleh murid –
murid sekelas, ada yang menginap di pulau, tamasya, arung jerang, camping, dan masih banyak lagi, tiba –
tiba Rio berteriak disaat teman yang lainnya diam, “HIKING!!!” semua anak pun tercengang dan berbicara sendiri –
sendiri dengan teman sebangkunya tentang saran Rio itu. Ketua kelas, Fadil pun
menanyakan kepada semuanya, “gimana? mau hiking?”
“AYO!!” mayoritas murid mengiyakan saran Rio, “tapi kemana?” Tanya Fadil, “emm,
gimana kalo Bromo?” jawab Rio, “oke, seru tuh, fix lah kalo gitu” seorang murid membalas. Dan akhirnya dipilihlah
ke Bromo. Sesaat setelah selesai, guru matematika pun masuk dan semua belajar
sedikit lebih semangat.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Bel pulang pun berbunyi, seperti hari kemarin, Rio dan Wita pun keluar bersama
dari dalam kelas, namun kali ini ada yang berbeda, Wita hari ini tidak dijemput
oleh supirnya dan akhirnya… “Rio, kamu pulang sendiri kan?” tanya Wita,
“ha?oh..o..iya, emang kenapa?” “hari ini aku gak dijemput supirku, aku bareng
kamu ya” pinta Wita, “loh, emang kenapa supir kamu?” Tanya Rio, “gak kenapa –
kenapa sih, hari ini lagi males aja naik mobil, lagi pengen sesuatu yang
berbeda aja” jelas Wita. Mendengar itu, Rio agak heran dan terlamun terdiam
“…………” “Rio, boleh gak aku bareng kamu? Rumah aku kan searah sama rumah kamu”
“ha? ha? oh i..iya iya” kaget Rio lepas dari lamunannya, “tapi kamu gak apa-apa
naik motor kayak gini?” Tanya Rio sambil menunjuk motornya yang jelek dibanding
motor – motor yang lain di sekolah, “iya gak apa – apa kok” senyum Wita, lantas
Wita pun naik ke motor Rio. Sepanjang jalan Rio memikirkan sikap Wita yang agak
aneh ini, seorang yang biasa perfeksionis itu lebih memilih diantar oleh Rio,
seorang siswa biasa – biasa saja dibanding diantar oleh siswa lain yang jauh
lebih tampan darinya. Karna terus berfikir, tidak terasa tangan Wita masuk
kedalam kantung samping jaket yang dikenakan Rio dan menyandarkan kepalanya di
punggung Rio, Rio semakin bingung, “ada apa ini?” bisik Rio dalam hati. Rio pun
mempercepat laju motornya agar cepat sampai rumah Wita.
Terlihat
cakrawala telah rendah dan mega merah pun Nampak dari ujung barat nan jauh itu
dengan angin yang mendesir masuk ke sela – sela jendela kamar Rio yang terbuka
dan membangunkan Rio yang sedang lelap dengan bunga tidurnya. Rio bangkit lalu
berniat untuk berbersih diri, namun…. “drrrrttt…” suara getar dari handphone-nya menghentikan langkahnya
dan berbalik melihat handphone-nya
tersebut, ternyata Wita menelpon Rio, “halo” Rio mengangkat telepon dengan
suara mengantuk, “Rio, kamu bangun tidur ya?” Tanya Wita, “hmm…” jawab Rio
mengantuk, “aku mau Tanya pr, nanti aku kerumah kamu ya” pinta Wita, sentak
membuat Rio kaget, “ha? Oh..oh, emm” Rio pun menjadi salah tingkah “eh, i..iya
iya yaudah” jawab Rio. Rio sejenak terdiam yang merasa aneh dengan Wita,
“pr-nya kan dampang untuk seorang Wita, kok…..” pikir Rio. Wita terdengar
gembira di telepon, “makasih ya Yo. Eh Yo..Yo…….” Wita terus mengajak ngobrol
dan obrolan mereka begitu seru, sehingga Rio lupa tujuan ia yang sebenarnya.
Hari
demi hari, minggu demi minggu, Rio dan Wita makin akrab, tetapi hal itu tidak
semulus yang dikira, karna tidak sedikit yang tidak senang dengan kedekatannya
dengan Wita, terlihat dari tatapan – tatapan sinis dari murid – murid yang
mengenal siapa Wita itu saat berjalan berdua dengan Rio yang berlatar belakang
orang biasa – biasa saja. Karna itu, Rio pun sering menjadi sasaran
ketidaksukaan murid – murid karna kedekatannnya dengan Wita. Bukan hanya
ejekan, tindakan fisik pun pernah diterima Rio, namun Rio tidak gentar, karna
Rio yakin apa yang dilakukannya itu
tidak salah. Rio sudah suka sebenarnya dengan Wita sejak awal, namun karna
perbedaan status, Rio pun menahan keinginannya terebut, tapi hati tidak bisa
berbohong, sebab jalannya waktu Rio pun tidak lagi menahan kesukaannya terhadap
Wita, akan tetapi Rio belum siap untuk mengutarakannya, padahal dia yakin, Wita
pun punya persaan yang sama, sama seperti perasaannya ke Wita. Rio pun telah
membuat rencana yang sempurna.
0 comments:
Post a Comment