Sunday, September 9, 2012

Faith 1


“……kita wajib melindungi lingkungan kita.”, kalimat terakhir diucapkan oleh Rio pada saat berorasi di depan teman – teman kelasnya. “bagus Rio, kamu mengangkat tema yang menarik” ujar pak Muin, guru bahasa Indonesia, “hehe, iya pak terima kasih” jawab Rio. “krriiiiiiinggg…”bel berbunyi tanda telah berakhirnya jam pelajaran, semua murid bersiap untuk pulang, termasuk Rio, seorang anak kelas XII IPA di SMA favorit. Sedang merapikan buku dan tasnya, seseorang dari belakang berkata, “Rio, orasimu bagus ya. Aku sampai gak ngedip loh tadi, bikin aku jadi semangat” “eh Wita, ha..i..iya makasih. Punya kamu tadi juga bagus loh” ujar Rio, “hmm, punyaku gak sebagus punyamu, punyaku biasa aja soalnya bikinnya mendadak sih” jelas Wita, teman kelas Rio yang baru pindah 1 bulan lalu dari sekolah lamanya. “yaa tetap aja bagus, aku suka kok” puji Rio, “hehe makasih ya. Yaudah yuk pulang, udah kosong nih kelas” ajak Wita, “yuk” sahut Rio lalu keluar kelas bersama Wita. “kamu pulang sama siapa?” tanya Rio, “aku dijemput supir aku, kamu?” balas Wita, “oh, aku pulang sendiri naik motor” “oh, yaudah kamu hati – hati ya” ujar Wita, seorang anak pengusaha sukses, berparas cantik, tidak terlalu tinggi, dengan rambut yang digerai itu pun meninggalkan Rio sendiri di tengah panas sang surya yang menyengat. Waktu pun menunjukan pukul 12.34, sebelum pulang Rio seperti biasa shalat  dahulu di masjid sekolah.
                Keesokan harinya, dikelas mengadakan pembicaraan tentang kegiatan kelas di luar sekolah, suasana kelas menjadi ramai karna banyaknya saran yang dilontarkan oleh murid – murid sekelas, ada yang menginap di pulau, tamasya, arung jerang, camping, dan masih banyak lagi, tiba – tiba Rio berteriak disaat teman yang lainnya diam, “HIKING!!!” semua anak pun tercengang dan berbicara sendiri – sendiri dengan teman sebangkunya tentang saran Rio itu. Ketua kelas, Fadil pun menanyakan kepada semuanya, “gimana? mau hiking?” “AYO!!” mayoritas murid mengiyakan saran Rio, “tapi kemana?” Tanya Fadil, “emm, gimana kalo Bromo?” jawab Rio, “oke, seru tuh, fix lah kalo gitu” seorang murid membalas. Dan akhirnya dipilihlah ke Bromo. Sesaat setelah selesai, guru matematika pun masuk dan semua belajar sedikit lebih semangat. ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Bel pulang pun berbunyi, seperti hari kemarin, Rio dan Wita pun keluar bersama dari dalam kelas, namun kali ini ada yang berbeda, Wita hari ini tidak dijemput oleh supirnya dan akhirnya… “Rio, kamu pulang sendiri kan?” tanya Wita, “ha?oh..o..iya, emang kenapa?” “hari ini aku gak dijemput supirku, aku bareng kamu ya” pinta Wita, “loh, emang kenapa supir kamu?” Tanya Rio, “gak kenapa – kenapa sih, hari ini lagi males aja naik mobil, lagi pengen sesuatu yang berbeda aja” jelas Wita. Mendengar itu, Rio agak heran dan terlamun terdiam “…………” “Rio, boleh gak aku bareng kamu? Rumah aku kan searah sama rumah kamu” “ha? ha? oh i..iya iya” kaget Rio lepas dari lamunannya, “tapi kamu gak apa-apa naik motor kayak gini?” Tanya Rio sambil menunjuk motornya yang jelek dibanding motor – motor yang lain di sekolah, “iya gak apa – apa kok” senyum Wita, lantas Wita pun naik ke motor Rio. Sepanjang jalan Rio memikirkan sikap Wita yang agak aneh ini, seorang yang biasa perfeksionis itu lebih memilih diantar oleh Rio, seorang siswa biasa – biasa saja dibanding diantar oleh siswa lain yang jauh lebih tampan darinya. Karna terus berfikir, tidak terasa tangan Wita masuk kedalam kantung samping jaket yang dikenakan Rio dan menyandarkan kepalanya di punggung Rio, Rio semakin bingung, “ada apa ini?” bisik Rio dalam hati. Rio pun mempercepat laju motornya agar cepat sampai rumah Wita.
                Terlihat cakrawala telah rendah dan mega merah pun Nampak dari ujung barat nan jauh itu dengan angin yang mendesir masuk ke sela – sela jendela kamar Rio yang terbuka dan membangunkan Rio yang sedang lelap dengan bunga tidurnya. Rio bangkit lalu berniat untuk berbersih diri, namun…. “drrrrttt…” suara getar dari handphone-nya menghentikan langkahnya dan berbalik melihat handphone-nya tersebut, ternyata Wita menelpon Rio, “halo” Rio mengangkat telepon dengan suara mengantuk, “Rio, kamu bangun tidur ya?” Tanya Wita, “hmm…” jawab Rio mengantuk, “aku mau Tanya pr, nanti aku kerumah kamu ya” pinta Wita, sentak membuat Rio kaget, “ha? Oh..oh, emm” Rio pun menjadi salah tingkah “eh, i..iya iya yaudah” jawab Rio. Rio sejenak terdiam yang merasa aneh dengan Wita, “pr-nya kan dampang untuk seorang Wita, kok…..” pikir Rio. Wita terdengar gembira di telepon, “makasih ya Yo. Eh Yo..Yo…….” Wita terus mengajak ngobrol dan obrolan mereka begitu seru, sehingga Rio lupa tujuan ia yang sebenarnya.
                Hari demi hari, minggu demi minggu, Rio dan Wita makin akrab, tetapi hal itu tidak semulus yang dikira, karna tidak sedikit yang tidak senang dengan kedekatannya dengan Wita, terlihat dari tatapan – tatapan sinis dari murid – murid yang mengenal siapa Wita itu saat berjalan berdua dengan Rio yang berlatar belakang orang biasa – biasa saja. Karna itu, Rio pun sering menjadi sasaran ketidaksukaan murid – murid karna kedekatannnya dengan Wita. Bukan hanya ejekan, tindakan fisik pun pernah diterima Rio, namun Rio tidak gentar, karna Rio  yakin apa yang dilakukannya itu tidak salah. Rio sudah suka sebenarnya dengan Wita sejak awal, namun karna perbedaan status, Rio pun menahan keinginannya terebut, tapi hati tidak bisa berbohong, sebab jalannya waktu Rio pun tidak lagi menahan kesukaannya terhadap Wita, akan tetapi Rio belum siap untuk mengutarakannya, padahal dia yakin, Wita pun punya persaan yang sama, sama seperti perasaannya ke Wita. Rio pun telah membuat rencana yang sempurna.
              

Related Posts:

0 comments:

Post a Comment