Sunday, September 9, 2012

Faith 2

10 Agustus 2012, matahari menjelang tenggelam, membuat apa yang difoto menjadi nampak siluet hitam, yang terlihat hanya cahaya jingga kemerahan di sebelah barat. Semua teman – teman kelas Rio sudah siap hiking, mereka berkumpul di depan sekolah. Dengan menggunakan 3 mobil pribadi mereka berangkat. Tampak pukul 22.53 di jam tangan Rio, mereka sampai di tempat yang tak jauh dari puncak Bromo, mereka pun sepakat untuk istirahan di tempat tersebut.---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 11 Agustus 2012 04.30, Fadil sang ketua kelas bangun dan membangunkan teman yang lain mengajak untuk shalat shubuh, sebagian ada yang tinggal di tenda karna tidak shalat. Setelah semua selesai, mereka menuju puncak Bromo untuk melihat matahari terbit. Rio mencari – cari dimana Wita berada, ia melihat ada seseorang yang duduk sendirian, ternyata itu Wita, lantas Rio menghampiri Wita, “hai Wit” sapa Rio, “eh Rio, ada apa?” senyum Wita, “kamu ngapain disini, gak sama yang lain?” Tanya Rio sambil menengok ke teman – temannya, “gak, aku disini aja nunggu sunrise-nya” jelas Wita, “emm…Wit, ikut aku yuk!!” pinta Rio, “kemana?” “udah ikut aja” ajak Rio sambil menarik tangan Wita dengan lembut, Wita pun menurutinya. “stop, kamu dari sini tutup mata ya!” pinta Rio, Wita pun menutup matanya, “kamu jagain aku ya Yo!” “iya aku jagain kamu kok”. Rio terus berjalan menuntun Wita yang menutup mata, “aku udah boleh buka mata belum?” Wita penasaran, “belum Wit, sebentar lagi”. Rio tiba – tiba melepas tangan Wita, “loh, Rio kok dilepas. Kita udah sampai?” resah Wita, “iya kita udah sampai, tapi jangan dibuka dulu mata kamu ya” Wita hanya mengangguk saja. Tidak berselang lama, “Wit, buka mata kamu!” “……..” Wita membuka matanya “Rio…” Wita menatap Rio yang ada di hadapannya, “liat kananmu Wit” pinta Rio, Wita menoleh, “Rio….ini…..ini…ini bagus baget….” Wita terkagum melihat keindahan matahari terbit yang tampak dari puncak Bromo, terlihat cahaya yang masih kemerahan namun sedikit menyilaukan mata, terasa seperti tepat berada di depan mentari yang menakjubkan itu. Sedang Wita terkagum dengan mentari, tiba – tiba Rio memegang kedua tangan Wita, sontak Wita terkejut, “Wit, aku mau bilang sesuatu sama kamu, sebenarnya aku suka sama kamu sejak awal, tapi aku menahan itu semua karna aku menganggap kita beda status, aku cuma cowo biasa – biasa aja, sedangkan kamu, kamu anak orang berada Wit, kamu sempurna. Tapi lama – lama aku ngerasa status bukan halangan untuk aku suka sama kamu, sekarang aku mau tanya sama kamu, kamu mau jadi pacar aku?” akhirnya Rio mengutarakan perasaannya dengan rencana yang telah dirancang olehnya, disaksikan oleh mentari pagi yang menyinari puncak Bromo. Wita pun tercengang mendengar itu, “Rio, kamu jangan bercanda ah” “aku gak bercanda, aku serius” “emm..gimana ya….” Wita bingung dengan ini semua, dan akhirnya……. “Rio, kenapa harus begini sih?” tanya Wita, “emang kenapa?” balas Rio, “aku emang sayang sama kamu, tapi maaf aku gak bisa kalo ini sampai dilanjutin, aku gak bermaksud bikin kamu sakit hati, maafin aku Rio” jawab Wita tersedu – sedu, “tapi kenapa?” tanya Rio memelas, “aku belum siap kehilangan kamu, aku belum siap pisah sama kamu, aku butuh kamu Yo. Aku tau disaat kamu jadi sahabat aku, kamu akan ada buat aku, tapi kalau jadi pacar dan kalau sampai putus, kamu akan niggalin akau, aku gak mau itu sampai terjadi Yo, karna sahabat tidak ada kata mantan” jelas Wita dengan meneteskan air mata, “jadi selama ini kamu hanya menganggap aku sahabat?” Rio makin risau, “kamu itu lebih dari sahabat Yo, aku sayang sama kamu, tapi bukan untuk jadi pacar, maaf banget ya aku gak bermaksud bikin kamu sakit hati Yo” Wita menjelaskan terisak – isak dengan air mata menetes di pipinya, “tapi…..yaudah kalo memang kamu maunya begitu ya aku gak akan maksa kamu, kalao memang begitu maka jadilah sahabat yang terbaik untukku selamanya ya!” pinta Rio yang menerima keputusan Wita. Rio pun menghapus air mata yang mengalir di pipi Wita, dan mereka pun turun dari puncak karna mentari yang menjadi saksi mereka berdua telah meninggi. *Ku titipkan kenangan kita diatas puncak Bromo dan dibawah sinar mentarinya, tapi ingatlah saat kau ingin mengenangnya kembali, pejamkan matamu sejenak, maka aku akan hadir didepanmu membawa semua kenangan manis kita* -TAMAT-

0 comments:

Post a Comment